KEMAJUAN SAINS DALAM PERADABAN ISLAM
Pelopor sains sebenarnya
adalah umat Islam. Adapun kemajuan sains pada peradaban Islam disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya :
1. Universalisme
Dapat dikatakan
sebagai fakta
bahwa satu-satunya ikatan kebersamaan antara individu muslim adalah ikatan
keyakinan dan tujuan hidup bersama.
2. Toleransi
Pemahaman kata umat tanpa diimbangi semangat
toleransi hanya akan membuat ilmuwan muslim terisolasi dan tidak mampu
menjadi rahmat bagi sekalian alam
3. Karakter Pasar Internasional
- Luasnya jaringan perdagangan dengan bangsa
lain.
- Rihlah ilmiyah (perjalanan untuk mencari
ilmu pengetahuan) menjadikan sains-teknologi di dunia Islam maju.
4. Penghargaan terhadap sains dan saintis :
- Peran penguasa yang dimaksud adalah sikap
positif penguasa dalam bentuk penghargaan terhadap sains dan saintis.
- Hal ini antara lain ditandai oleh kebijakan
penguasa untuk membangun lembaga ilmu pengetahuan seperti yang dilakukan oleh
Al-Makmun dengan berdirinya Baitul al-Hikmah.
5. Keterpaduan antara tujuan dan alat/cara :
- Para saintis muslim mempunyai kesadaran
untuk menyeimbangkan antara tujuan dengan cara pencapaiannya.
- Sains dan nilai (etika atau moral) berjalan
bersamaan.
KEMUNDURAN SAINS DALAM
PERADABAN ISLAM
Secara umum,
faktor-faktor penyebab kematian sains di dunia Islam dapat dikelompokkan
menjadi dua, internal dan eksternal. Menurut Profesor Sabra (Harvard) dan
David King (Frankfurt), kemunduran itu dikarenakan pada masa kemudian kegiatan
sainstifik lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan praktis agama.
Hal lain juga menyatakan
bahwa oposisi kaum konservatif, krisis ekonomi dan politik, serta keterasingan
dan keterpinggiran sebagai tiga faktor utama penyebab kematian sains di dunia
Islam. Ini pendapat David Lindberg (1992). Menurutnya, sains dan saintis pada
masa itu seringkali ditentang dan disudutkan. Ia menunjuk kasus pembakaran
buku-buku sains dan filsafat yang terjadi antara lain di Cordoba. Tak
dapat dipungkiri bahwa krisis ekonomi dan kekacauan politik amat berpengaruh
terhadap perkembangan sains. Konflik berkepanjangan disertai perang saudara
telah mengakibatkan disintegrasi, krisis militer danhancurnya ekonomi. Padahal,
kata Lindberg, a flourishing scientific enterprise requires peace, prosperity,
and patronage mulai absen di dunia Islam menjelang abad ke-13 Masehi.
Semua ini diperparah dengan datangnya serangan tentara Salib, pembantaian
riconquista di Spanyol, dan invasi Mongol yang meluluh-lantakkan Baghdad pada
1258. Tidak sedikit perpustakaan dan berbagai fasilitas riset dan pendidikan
porak-poranda. Ekonomi pun lumpuh dan, sebagai akibatnya, sains berjalan
tertatih-tatih.
Faktor ketiga yang
ditunjuk Lindberg biasa disebut ‘marginality thesis’. Sains di dunia Islam
tidak bisa maju karena konon selalu dipinggirkan atau dianak-tirikan.
Kesimpulan semacam ini
agak problematik. Pertama, karena mencerminkan generalisasi yang tergesa-gesa
dan kedua, karena institutionalisasi tidak selalu berdampak positif tetapi bisa
juga berakibat sebaliknya.
Selain itu, beberapa
faktor internal seperti kelemahan metodologi, kurangnya matematisasi, langkanya
imajinasi teoritis, dan jarangnya eksperimentasi, juga dianggap sebagai
penyebab stagnasi sains di dunia Islam. Pendapat ini disanggah oleh Toby Huff.
Tradisi saintifik Islam, menurut Huff terbukti cukup kaya dengan berbagai
teknik eksperimen dalam bidang astronomi, optik maupun kedokteran. Oleh karena
itu Huff lebih cenderung menyalahkan iklim sosial-kultural-politik saat itu
yang dianggapnya gagal menumbuhkan semangat universalisme dan otonomi kelembagaan
di satu sisi, dan membiarkan partikularisme serta elitisme tumbuh
berkembang-biak.
Ada juga yang
menghubungkan kemunduran sains dengan sufisme. Memang benar, seiring dengan
kemajuan peradaban Islam saat itu, muncul berbagai gerakan moral spiritual yang
dipelopori oleh kaum sufi. Popularisasi tasawuf inilah yang bertanggung-jawab
melahirkan sufi-sufi palsu (pseudo-sufis) dan menumbuhkan sikap irrasional
dikalangan masyarakat. Akibatnya yang berkembang bukan sains, tetapi ilmu
sihir, pedukunan dan aneka pseudo-sains seperti astrologi, primbon, dan
perjimatan.
Apa yang menyebabkan
sains Islam itu mengalami kemunduran. Al-Hasan menyimpul-kan
ada tiga sebab yaitu:
1. Faktor ekologis
dan alami
Yaitu kondisi tanah di
mana negara-negara Islam berada adalah gersang, atau semigersang, sehingga
penduduknya tidak terkonsentrasi pada suatu kawasan tertentu. Kondisi ekologis
ini memaksa mereka untuk bergantung kepada sungai-sungai besar, seperti
Nil,Eufrat dan Tigris. Secara agrikultural kondisi ekologis seperti ini
menunjukkan kondisiyang miskin. Kondisi ini juga rentan dari sisi pertahanan
dari serangan luar.
2.Faktor eksternal
Faktor eksternal yang
berperan dalam kajatuhan peradaban Islam adalah Perang Salib yang terjadi
dari 1096 hingga 1270, dan serangan Mongol dari tahun 1220-1300an. Dengan
serangan Mongol makakekhalifahan Abbasiyah berakhir.
3. Hilangnya
Perdagangan Islam Internasional dan munculnya kekuatan Barat
Di saat itu kekuatan
ummat Islam baik di laut maupun di daratdalam sudah memudar. Akhirnya pos-pos
pedagangan itu dengan mudah dikuasai mereka. Kuantitas
yang rendah inipun tidak dibarengi oleh kualitas yangtinggi. Karena faktor
inilah, dunia Islam tidak lagi leading dalam bidang sains seperti
abad ke 13 dan 16. Terbukti dengan adanya sainstis-sainstis berwibawa
seperti Ibn Haitham, Ibnu Sina, al-Khawarizmi, al-Bairuni, Omar Khayyan, dan
lain sebagainya. Terlepas dari kontroversi yangmelingkupi kehidupan
mereka.
·
IHYA’ULUMIDDIN
Menyerukan umat Islam
untuk kembali meng’hidup’kan ilmu-ilmu agama
·
SALAH PAHAM
Larangan untuk
mempelajari sains, sehingga budaya mempelajari sains ditinggalkan
Referensi :
postingannya bagus kak jadi tambah wawasan antara agama dan teknologi, tingkatkan :)
BalasHapus